Maulid Nabi 1447 H: Menumbuhkan Cinta Rasulullah di SMK Negeri 1 Giritontro

 

Maulid Nabi 1447 H: Menumbuhkan Cinta Rasulullah di SMK Negeri 1 Giritontro

 

Giritontro Selasa, 16 September 2025 - Suasana khidmat menyelimuti kompleks SMK Negeri 1 Giritontro pada pagi yang cerah ini. Ratusan siswa berkumpul dalam balutan seragam putih-abu, mata berbinar penuh harapan menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah. Seperti mutiara yang berjejer rapi, mereka hadir dengan hati yang siap menyerap cahaya keteladanan sang Rasul.

Pukul 07.00 WIB, dentuman alunan apel pagi memecah keheningan udara September. Bapak Jalu Tirta Kumala, S.Pd., dengan suara tegas namun penuh kehangatan, memimpin barisan siswa dalam formasi yang tertata apik. "Hari ini kita berkumpul bukan sekedar memperingati, tetapi untuk menghidupkan kembali semangat cinta kepada Rasulullah," ujarnya dengan nada yang menyentuh kalbu.

Sesuatu yang menarik terjadi setelah apel berakhir. Para siswa dengan sukarela menyerahkan ponsel mereka—simbol dunia digital yang kerap mengalihkan perhatian—kepada wali kelas masing-masing. Gerakan spontan ini seolah menjadi pernyataan: "Hari ini, hati kami hanya untuk Rasulullah."

Pukul 07.40 WIB, langkah-langkah kaki mulai bergerak menuju masjid sekolah. Tidak ada hiruk-pikuk seperti biasanya. Yang terdengar hanya bisikan-bisikan ayat dan lantunan shalawat dari bibir para siswa. Masjid yang biasanya digunakan untuk ibadah harian kini berubah menjadi amphitheater spiritual, tempat di mana sejarah dan kekinian bertemu dalam harmoni yang indah.

Grup Hadroh Rohis Al-Jami' membuka rangkaian acara dengan alunan yang memukau. Suara rebana yang berpadu dengan lantunan shalawat menciptakan atmosfer yang tak terlukiskan. Setiap ketukan seolah menggetarkan jiwa, mengingatkan hadirin akan dentuman kaki kuda kaum muslimin yang pernah mengguncang dunia dengan pesan perdamaian.

 

Ritual Kebangsaan yang Sakral

"Indonesia Raya" berkumandang dengan khidmat dari ratusan suara yang menyatu. Bukan sekadar rutinitas, tetapi ungkapan syukur atas tanah air yang memungkinkan mereka merayakan iman dengan bebas. Dilanjutkan dengan tilawah Al-Qur'an—dari Al-Fatihah yang membuka pintu rahmat, hingga Al-A'la yang mengagungkan kebesaran Ilahi—setiap ayat dilafalkan dengan penghayatan yang mendalam.

Ketua pelaksana kegiatan menyampaikan sambutan pembuka dengan mata berkaca-kaca. "Maulid bukan tentang perayaan satu hari, tetapi tentang transformasi hidup setiap hari," katanya sambil memandang wajah-wajah muda yang penuh perhatian.

Bapak Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., yang mewakili Kepala Sekolah, menambahkan dimensi edukatif dalam sambutannya. "SMK Negeri 1 Giritontro tidak hanya mencetak tenaga kerja terampil, tetapi juga generasi yang berkarakter Rasulullah," tegasnya. Kalimat ini disambut tepuk tangan meriah—bukan tepuk tangan biasa, tetapi apresiasi atas visi pendidikan yang holistik.

 

Pertunjukan yang Memukau

Panggung masjid berubah menjadi arena seni spiritual ketika grup tari Saman mengambil posisi. Gerakan yang telah dilatih berminggu-minggu itu tidak hanya menampilkan keterampilan, tetapi juga filosofi kebersamaan dan keharmonisan—nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah 1400 tahun silam.

Setiap hentakan tangan, setiap gerak tubuh yang sinkron, merefleksikan persatuan umat yang pernah dirajut oleh sang Nabi di Madinah. Penonton terpesona, tidak hanya oleh keindahan gerakan, tetapi oleh makna mendalam yang terkandung di dalamnya.

 

Momen Puncak: Tausiyah yang Menggugah

Pukul 09.30 WIB, keheningan total menyelimuti masjid ketika Ustadz Romli Akbar naik ke mimbar. Pria paruh baya dengan jenggot putih itu memulai ceramahnya dengan suara yang lembut namun berbobot.

"Tahukah kalian," katanya sambil memandang mata-mata muda yang menatapnya dengan antusias, "jika matahari yang menerangi bumi ini pun akan kalah bersinar dibandingkan cahaya yang memancar dari tubuh Rasulullah SAW?"

Kalimat itu seolah menjadi kunci pembuka hati. Ustadz Romli kemudian menguraikan kisah demi kisah tentang kesucian Rasulullah—baik fisik maupun rohani. Dia menceritakan bagaimana bahkan musuh-musuh beliau pun mengakui kejujuran dan kemuliaan akhlaknya.

"Rasulullah adalah pelabuhan terakhir bagi jiwa-jiwa yang lelah mencari makna hidup," lanjut Ustadz Romli dengan nada yang semakin menghanyutkan. "Cinta kepada beliau bukan tentang menyanyikan shalawat di mulut, tetapi tentang menghadirkan akhlak beliau dalam setiap nafas kehidupan kita."

Beberapa siswa terlihat mengelap air mata. Yang lain mengangguk-angguk dalam, seolah menemukan pencerahan yang selama ini mereka cari.

Doa bersama yang dipimpin dengan khidmat menjadi klimaks spiritual dari seluruh rangkaian acara. Ratusan tangan terangkat ke langit, memohon agar cinta kepada Rasulullah tidak berhenti di ritual tahunan, tetapi menjadi kompas hidup sehari-hari.

Grup Hadroh Rohis Al-Jami' kembali mengumandangkan shalawat penutup. Kali ini, hampir seluruh hadirin ikut melantunkan bersama. Suara-suara itu bergema di dinding-dinding masjid, seolah menjadi janji kolektif untuk menjalani hidup dengan keteladanan Rasulullah sebagai pedoman.

Ketika para siswa mulai beranjak meninggalkan masjid pukul 11.00 WIB, sesuatu telah berubah dalam diri mereka. Di wajah-wajah muda itu terpancar ketenangan yang berbeda—ketenangan orang-orang yang telah menemukan arah hidup yang jelas.

SMK Negeri 1 Giritontro sekali lagi membuktikan bahwa pendidikan sejati tidak hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang transformasi karakter. Dan dalam momen Maulid Nabi 1447 H ini, mereka telah menanam benih-benih cinta yang suatu hari akan tumbuh menjadi pohon-pohon kehidupan yang rindang.

Sebagaimana kata Ustadz Romli di penghujung ceramahnya: "Langkah indahnya hidup ini adalah ketika cahaya Nabi Muhammad menjadi pelabuhan hati kita dalam mengarungi samudra kehidupan. (Alvina)